
Berbelanja itu therapy. Itu kataKu. Aku menikmati waktunya dan punya keinginan suatu hari pusat perbelanjaan ingin bisa Aku miliki. Satu saja. Dua juga boleh. Kalau ada tiga, kenapa tidak? Aku senang menenteng segala plastik belanjaan. Ada rasa memiliki teramat sangat. Tapi terpikir olehKu, bagaimana jika salah satu plastik belanjaan itu berisi tabung-tabung berisi sperma? Apakah akan sama menyenangkannya?
****
Satu gelas kopi hangat, setoples kastangel, dan laptop menemaniKu menghabiskan sisa malam. Ada kehangatan yang menyusup ke dalam tenggorokan, bermain dengan adrenalin, dan memancing Otak Kanan untuk lembur.
"Nggak masalah," kata Otak Kanan.
"Ndasmu itu! Sudahlah, berhenti bermain khayalan. Aku capek!" kata Otak Kiri.
"Ojo ngurusi hidupKu, Bro!" Otak Kanan berkata ketus.
Aku hanya diam dan menikmati perdebatan mereka. Seru, Ku rasa. Sesekali membiarkan mereka berdebat memperebutkan posisi yang paling mereka suka, Aku hanya menarik nafas dalam lalu menghardik Otak Kanan dan Otak Kiri bersamaan, di saat mereka masih adu argumen.
"C-U-K-U-P!" teriakKu.
"Tapi,..." usaha Otak Kanan untuk membela posisinya.
"DIAM!" lirikKu sadis.
Aku melihat Otak Kiri tersenyum mengejek. Otak Kanan menghela nafas dan mulai bernyanyi dengan nada minor.
"Pulangkan saja, aku pada ibuku atau ayahku-u-u-u. Dulu, segeng-..."
"Setan! Bisa diam, nggak?" ujarKu pada Otak Kanan dan melihatnya dengan sorot mata dalam.
Otak Kanan diam dan menyendiri di sudut ruang hampa bernama pikiran. Otak Kiri mulai mengambil perhitungan dan memprediksi segala kemungkinan lalu menyodorkan kepadaKu dengan wajah tanpa ekspresi.
"Aku ngga butuh!" kataKu sambil merobek segala proposalnya.
Otak Kiri hanya diam dan mencoba berpikir menghitung segala rumusan logika. Aku melirik ke arah jendela, dimana seorang Perempuan mengenakan dress hitam berjalan dengan bergegas ke arah rumah.
"Siapa dia?" ujarKu setengah berbisik.
Otak Kanan dan Otak Kiri bergegas ikut melirik ke jendela.
Otak Kanan dengan segala keisengannya bilang, "Gadis penjaja vagina!" bicara seenaknya lalu terkikik. Otak Kiri langsung membantah, "Kalau Perempuan itu bukan pemilik rumah, bisa jadi dia adalah saudara Perempuan dari Perempuan atau Laki-laki pemilik rumah."
"Ah, ulasan nggak penting!" ujarKu berusaha mengejek segala logikanya.
"Hi-hi-hi, hidup itu nggak perlu hitungan matematis," ujar Otak Kanan menimpali, lalu sambungnya, "Kadang hidup harus sedikit artistik!"
Aku berusaha setuju dengan kata-kata Otak Kanan. Lalu berpikir keras. "Apa ya yang dibawa Perempuan Bergaun Hitam itu?"
"APA BENAR DIA MENENTENG TABUNG-TABUNG SPERMA DI DALAM KRESEK HITAM MILIKNYA?" ujarKu ingin tahu.
Bisa saja. Tak ada yang tak mungkin.
Lihat Aku. UmurKu tak jauh berbeda dengan Perempuan Bergaun Hitam. Dari penampilannya, bisa ditebak kalau Perempuan Bergaun Hitam berusia sekitar tiga puluh tahunan. Cantik. Modern. Tampak cerdas. Dan, bermateri.
Tapi kenapa di akhir minggu seperti ini Perempuan Bergaun Hitam malah jalan sendirian? "Lalu dimana Lelakinya?"
Sepanjang malam dengan ditemani kopi, Aku mencoba menunggu siapakah gerangan Lelaki yang mampu menaklukkan Perempuan Bergaun Hitam. Hingga menjelang pagi tak ada satu pun Lelaki yang datang. Perempuan Bergaun Hitam pulang dan pergi sesuka hati kembali dengan membawa kantung-kantung hitam berjalan bergegas menuju rumah.
Aku pun penasaran. Mencoba mencari tahu. Mengintip ke dalam rumah mungil yang berada di sudut jalan tepat berhadapan dengan rumahKu. Aku bicara pada Otak Kanan dan Otak Kiri yang ikut menemaniKu, "Apa sih pekerjaannya? Mondar-mandir dari rumah ntah kemana!"
Otak Kanan menjawab sambil cekikikan, "PSK!"
Otak Kiri menimpali, "Hush! Lebih baik mulai berhitung jarak tempuh perjalanannya!"
Otak Kanan melihat Otak Kiri dengan pandangan tidak suka, "APA?"
Sebelum Otak Kiri mulai menjawab dan berdebat dengan Otak Kanan, satu tepukan tepat di pundakKu hampir membuatKu pingsan. Bergetar. Kaget. Ketakutan. Speechless. Suara lembut dan manja berbisik di telingaKu, "Aku pembeli Sperma!"
"APA?"
Perempuan Bergaun Hitam menjawab sambil tersenyum manis. Sebelum bibirKu mengatup, Aku sempat bertanya, "Apa ada yang mau membeli kantung telurKu?"
[lily nailufar,2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar